Nama :
Dhika Primadya Citrawijaya
NPM :
12213334
Kelas :
2EA03
Peran Ilmu Dalam Kehidupan
Sehari-hari
Penulis : Ustadz Zuhair Syarif
Kategori : Aqidah
Bumi tanpa cahaya matahari akan hampa dan kehidupan akan binasa. Begitulah ibarat hati manusia, tanpa cahaya ilmu hati akan sakit dan mati. Di dalam hati seorang yang sakit, terdapat dua kecintaan dan dua penyeru. Kecintaan terhadap syahwat-syahwat, mengutamakannya dan semangat untuk melampiaskannya. Terdapat hasad, sombong, bangga diri, suka popularitas dan suka membuat kerusakan di muka bumi dengan kekuasaannya.
Dia akan diuji di antara dua penyeru
kepada Allah dan Rosul-Nya serta negeri akhirat dan penyeru kepada kenikmatan
dunia yang fana. Maka dia akan menjawab seruan itu mana yang paling dekat
dengannya.
Seorang yang hatinya mati, dia tidak
tahu tentang Rabb-nya, tidak menyembah-Nya, tidak mencintai apa yang
dicintai-Nya dan tidak mencari Ridlo-Nya. Tetapi dia hanya menurti ambisi
syahwat walaupun di sana akan mendatangkan kemarahan Rabb-Nya. Dia tidak peduli
apakah Rabb-Nya ridlo atau murka yang penting dia telah melampiaskan syahwat
dan keinginannya.
Rasa cinta, takut, pengharapan,
keridloan, kemarahan, pengagungan, dan kerendahan dirinya diperuntukkan kepada
selain Allah. Jika cinta, benci, memberi dan tidak memberi karena hawa
nafsunya. Hawa nafsunyalah yang paling dia utamakan dan paling dia cintai
dibanding keriloan maulanya (Allah Ta’ala). Maka jadilah hawa nafsu sebagai
pimpinannya, syahwat sebagai penuntunnya, kebodohan sebagai pengemudinya dan
lalai sebagai kendaraannya.
Sebagai hati yang disinari oleh
cahaya ilmu dan disirami sejuknya ilmu, penyakit-penyakit yang berkarat di
dalam hati akan terkikis dan sirna, jadilah hati tersebut bersih, sehat dan
selamat.
Hati yang selamat adalah hati yang
selamat dari setiap syahwat yang selalu menyelisihi perintah dan larangan
Allah, selamat dari setiap syubhat (bid’ah) yang merancukan wawasannya, selamat
dari kesyirikan dan selamat dari berhukum kepada selain Rosul-Nya.
Dia selalu mengutamakan
keridhoan-keridhoan Rabb-Nya dengan segala cara. Rasa cinta, tawakal, taubat,
takut, pengharapan dan amalannya ikhlas hanya untuk Allah. Jika dia cinta,
memberi dan tidak semuanya karena Allah Ta’ala. Seorang yang mempunyai hati
inilah yang selamat pada hari kiamat.
Allah berfirman : “Pada hari yang
tidak bermanfaat harta tidak pla anak kecuali yang datang kepada Allah dengan
hati yang selamat” (Q.S Asy-Syu’ara : 88 – 89). (lihat Kitab Mawaridul Aman
Al-Muntaqo min Ighotsatil Lahafan fi Mashoyidis Syaithon karya Al-Allamah Ibnu
Qoyyim Al-Jauziah dengan tulisan Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Hal 33 – 37).
Demikian keadaan hati yang tidak
disinari dan hati yang selalu disinari dan disirami cahaya ilmu. Jelaslah bahwa
ilmu itu sebagai obat penyakit yang ada pada dada manusia. Allah Ta’ala
berfirman : “Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepada kalian, pelajaran
dari Rabb kalian dan penyembuh bagi penyakit (yang ada) dalam dada dan petunjuk
serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.”(Q.S. Yunus : 57).
“Maka Mauidlah (pelajaran/ilmu)
sebagai obat dari kebodohan dan penyelewengan hati. Sesungguhnya kebodohan itu
adalah penyakit, obatnya adalah bimibngan’. Demikian penafsiran al Allamah Ibnu
Qoyyim Al Jauziyah Rahimahullah (lihat Kitab Mawarid hal 45).
Dengan ini wajib hukumnya bagi
setiap muslim laki-laki atau perempuan, budak maupun orang merdeka untuk
menuntut ilmu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam,
“Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
Ibnu Majah dan dihasankan oleh Imam Al-Mizzy).
Kemudian apa sebetulnya yang
dimaksud engan ilmu yang disebutkan dalam Al-Quran dan Hadits tentang keutamaan
dan kedudukan orang yang mengilmuinya ? Al Imam Ibnu Hajar Al-Atsqolani
rahimahullah menafsirkan ayt yang dibawaka oleh Al-Imam Bukhori dalam shohihnya
“Bab Keutamaan Ilmu” : “Katakanlah (wahai Muhammad) Ya Rabbku tambahkanlah
kepadaku ilmu” (QS Thoha : 114)
Beliau (Ibnu Hajar) berkata : “Ini
dalil yang sangat jelas tentang keutamaan ilmu, karena Allah tidak pernah
menyuruh Nabi-Nya Shalallahu’alaihi wasallam untuk meminta tambhan kecuali
tambahan ilmu. Maksud ilmu tersebut adalah ilmu syar’I, yang berfaedah memberi
pengetahuan apa yang wajib atas setiap mukallaf (muslim dan muslimah yang
baligh) tentang perkara agama,ibadah dan muamalahnya. Ilmu mempelajari tentang
Allah dan sifat-sifatnya dan apa yang wajib dia lakukan dari perintah-Nya serta
mensucikannya dari sifat-sifatnya dan apa yang tercela. Poros dari semua itu
adalah ilmu tafsir, ilmu Hadits dan ilmu Fiqh” (lihat Kitab Fathul Baari Syarah
Shohih Bukhari 1/40).
Maka ilmu yang wajib kita pelajari
adalah ilmu yang mempelajari tentang Allah, Rasul-Nya, Agama-Nya dengan
dalil-dalil (lihat kitab Al-Ushuluts Tsalatsah karya Syaikhul Islam Muhammad
Bin Abdul Wahab bin Sulaiman Bin Ali At-Tamimi Rahimahullah hal 1-3).
Belajar ilmu yang dimaksud di atas,
harus bersumber dari Al-Quran dan Hadits sesuai dengan pemahaman Salaf (para
Sahabat Nabi Shalallahu’alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik). Sebagian Ahlul ilmu (para ulama) sepakat : “ilmu adalah firman
Allah dan sabda Rasul-Nya serta perkataan para sahabat tiada keraguan
padanya”(lihat Bahjatunnadlirin syarah Riyadlusshalihin karya Syaikh Salim Bin
‘Ied Al-Hilali Juz 2 Hal 462).
Al-Imam Al-Auza’I berkata “Ilmu
adalah apa yang datang dari sahabat-sahabat Muhammad Shalallahu’alaihi wasallam
dan sesuatu yang tidak datang dari mereka, maka itu bukan ilmu.”(dikeluarkan
oleh Ibnu Abdilbar dalam kitab Al-Jaami’ 2/29)
Al-Imam Abu Muhammad Al-Barbahari rahimahullah menyatakan, "Bahwa al-haq (kebenaran) adalah apa yang datang dari sisi Allah Azza wa Jalla, as-sunnah : sunnah (hadits) Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam dan Al-Jama'ah : kesepakatan (ijma') para sahabat-sahabat shalallahu'alaihi wasallam pada khalifah Abu Bakar, Umar, dan Utsman." (Syarhus Sunnah hal 105 No. 105).
Al-Imam Abu Muhammad Al-Barbahari rahimahullah menyatakan, "Bahwa al-haq (kebenaran) adalah apa yang datang dari sisi Allah Azza wa Jalla, as-sunnah : sunnah (hadits) Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam dan Al-Jama'ah : kesepakatan (ijma') para sahabat-sahabat shalallahu'alaihi wasallam pada khalifah Abu Bakar, Umar, dan Utsman." (Syarhus Sunnah hal 105 No. 105).
Kesimpulan
Tuntutlah ilmu, maka sesungguhnya ilmu sebagai obat dari kebodohan dan penyelewengan hati. Bersemangatlah, carilah dari ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang berpedoman kepada Al-Quran dan Al-Hadits dengan pemahaman salaf (para sahabat Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik). Dan hati-hatilah dari ahlul bid'ah yang memakai ro'yu (pikiran), qiyas (yang bathil), perasaan dan ta'wil dalam memahami/menafsirkan Al-Quran dan Al-Hadits (lihat Syarhus Sunnah dan muqodimah kitab shohih muslim).
Tuntutlah ilmu, maka sesungguhnya ilmu sebagai obat dari kebodohan dan penyelewengan hati. Bersemangatlah, carilah dari ulama Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang berpedoman kepada Al-Quran dan Al-Hadits dengan pemahaman salaf (para sahabat Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik). Dan hati-hatilah dari ahlul bid'ah yang memakai ro'yu (pikiran), qiyas (yang bathil), perasaan dan ta'wil dalam memahami/menafsirkan Al-Quran dan Al-Hadits (lihat Syarhus Sunnah dan muqodimah kitab shohih muslim).
Sebagaimana
himbauan seorang ulama dari kalangan Tabi'in Muhammad bin Sirrin rahimahullah :
"Sesungguhnya ilmu itu adalah agama, maka lihatlah dari siapa kalian
mengambil agama kalian."(diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqodimah
Kitab Shohihnya 1/14). Wallahu Ta'ala A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar