Nama :
Dhika Primadya Citrawijaya
NPM :
12213334
Kelas : 4EA03
PRINSIP –
PRINSIP DALAM ETIKA BISNIS
A. Prinsip Etika Bisnis Dan Prinsip
Etika Profesi
Pada dasarnya, setiap pelaksanaan bisnis harus menyelaraskan proses bisnis tersebut dengan etika bisnis yang telah
disepakati secara umum dalam lingkungan tersebut. Sebenarnya terdapat beberapa
prinsip etika bisnis yang dapat dijadikan pedoman bagi setiap bentuk usaha.
Sonny Keraf (1998) menjelaskan bahwa prinsip
etika bisnis adalah sebagai berikut :
·
Prinsip Otonomi ; yaitu sikap dan kemampuan
manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya
tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
·
Prinsip Kejujuran ; terdapat tiga lingkup
kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa
bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama,
jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran
dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga,
jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
·
Prinsip Keadilan ; menuntut agar setiap orang
diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai criteria
yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
·
Prinsip Saling Menguntungkan (Mutual Benefit
Principle) ; menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga
menguntungkan semua pihak.
·
Prinsip Integritas Moral ; terutama dihayati
sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu
menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya
maupun perusahaannya.
Cara penerapan etika bisnis :
Corporate Culture (pakai tanda panah ke kanan) Sikap
dan Perilaku (pakai tanda panah ke kanan) Etos Bisnis Organisasi.
*Berkembang atau tidaknya sebuah etos bisnis
ditentukan oleh gaya kepemimpinan di perusahaan tersebut.
B. Prinsip – Prinsip Etika
Profesi
Dalam tuntutan professional sangat
erat hubungannya dengan suatu kode etik untuk masing-masing profesi. Kode etik
itu berhubungan dengan prinsip etika tertentu yang berlaku untuk suatu profesi.
Prinsip-prinsip etika pada umumnya
berlaku bagi semua orang, serta berlaku pula bagi kaum professional.
Prinsip-prinsip etika profesi adalah :
o Prinsip
Tanggung Jawab ; Yaitu salah satu prinsip pokok bagi kaum profesional.
Karena orang yang professional sudah dengan sendirinya berarti bertanggung
jawab atas profesi yang dimilikinya. Dalam melaksanakan tugasnya dia akan bertanggung
jawab dan akan melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin, dan dengan standar
diatas rata-rata, dengan hasil maksimal serta mutu yang terbaik.
o Prinsip
Keadilan ; Yaitu prinsip yang menuntut orang yang professional agar dalam
melaksanakan profesinya tidak akan merugikan hak dan kepentingan pihak
tertentu, khususnya orang-orang yang dilayani dalam kaitannya dengan
profesi yang dimilikinya.
o Prinsip
Otonomi ; Yaitu prinsip yang dituntut oleh kalangan professional terhadap
dunia luar agar mereka diberikan kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan
profesinya. Sebenarnya hal ini merupakan konsekuensi dari hakekat profesi itu
sendiri. Karena hanya mereka yang professional ahli dan terampil dalam bidang
profesinya, tidak boleh ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam
pelaksanaan profesi tersebut.
o Prinsip
Integritas Moral ; Yaitu prinsip yang berdasarkan pada hakekat dan
ciri-ciri profesi di atas, terlihat jelas bahwa orang yang professional adalah
juga orang yang mempunyai integritas pribadi atau moral yang tinggi. Oleh
karena itu mereka mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran
profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain maupun masyarakat
luas.
C. Bisnis Sebagai Profesi yang
Luhur
Pada dewasa ini bisnis sudah dianggap
sebagai suatu profesi. Bahkan bisnis seakan-akan menjadi sebutan profesi,
tetapi sekaligus juga menyebabkan pengertian profesi menjadi suatu bahasa yang
merancu atau kehilangan pengertian dasarnya. Itu terutama karena bisnis modern
mensyaratkan dan menuntut para pelaku bisnis untuk menjadi orang yang
profesional.
Pada persaingan di dunia bisnis yang
ketat saat ini, menuntut dan menyadarkan para pelaku bisnis untuk menjadi orang
yang profesional. Sehingga profesionalisme menjadi suatu keharusan dalam melakukan
bisnis. Hanya saja sering kali sikap profesional dan profesionalisme yang
dimaksudkan dalam dunia bisnis hanya terbatas pada kemampuan teknis menyangkut
keahlian dan keterampilan yang terkait dengan bisnis : Manajemen, produksi,
pemasaran, keuangan, personalia dan seterusnya. Hal ini terutama dikaitkan
dengan prinsip efisiensi demi mendatangkan keuntungan yang maksimal.
Yang sering diabaikan dan dilupakan
banyak mendapat perhatian adalah profesionalisme dan sikap profesional juga
mengandung pengertian komitmen pribadi dan moral pada profesi tersebut dan pada
kepentingan pihak-pihak yang saling terkait. Orang yang profesional selalu
berarti orang yang memiliki komitmen pribadi yang tinggi, yang serius
menjalankan pekerjaannya, yang bertanggung jawab atas pekerjaannya agar tidak
sampai merugikan pihak lainnya. Orang yang profesional adalah orang yang
menjalankan pekerjaannya secara tuntas dengan hasil dan mutu yang sangat baik
karena komitmen dan tanggung jawab moral pribadinya.
Itu sebabnya mengapa bisnis hampir
tidak pernah atau belum dianggap sebagai suatu profesi yang luhur. Bahkan
sebaliknya seakan ada jurang yang memisahkan dunia bisnis dengan etika. Tentu
saja ini terutama disebabkan oleh suatu pekerjaan kotor, tipu menipu, penuh
kecurangan dan etika buruk. Bahkan tidak hanya masyarakat, melainkan sering
orang bisnis menganggap dirinya bahwa memang pekerjaannya adalah tipu menipu,
curang, membohongi orang lain dan sebagainya. Sehingga tidak heran bisnis
mendapat predikat jelek, sebagai kerjanya orang-orang kotor.
Kesan dan sikap masyarakat tentang
bisnis serta bisnis sendiri, seperti itu disebabkan oleh ulah orang-orang atau
lebih tepatnya beberapa orang bisnis yang memperlihatkan citra yang begitu
negatif di masyarakat. Beberapa orang bisnis yang hanya ingin mengejar
keuntungan dengan menawarkan barang dan jasa dengan mutu rendah, yang tidak
memperdulikan pelayanan terhadap konsumennya bahkan tidak menghiraukan keluhan
konsumennya yang tidak sesuai dengan iklan ataupun janji terhadap barang atau jasa
yang ditawarkannya. Sehingga hal ini membuat citra negative bagi bisnis
tersebut.
Berdasarkan pengertian profesi
yang menekankan keahlian dan keterampilan yang tinggi serta komitmen moral yang
mendalam, maka jelas kiranya bahwa pekerjaan yang kotor tidak akan disebut
sebagai profesi. Oleh karenanya bisnis itu bukanlah merupakan profesi, jika
bisnis dianggap sebagai sebagai pekerjaan kotor, kendati istilah profesi,
profesional, dan profesionalisme sering diucapkan dalam kaitan kegiatan bisnis.
Namun di pihak lain tidak dapat disangkal bahwa ada hanya pembisnis dan juga
perusahaan yang sangat menghayati pekerjaan dan kegiatan bisnisnya sebagai
sebuah profesi dalam pengertiannya sebagaimana kita ketahui bersama. Mereka
tidak hanya memiliki keahlian dan keterampilan yang tinggi tetapi punya
komitmen moral yang mendalam. Oleh karena itu bukan tidak mungkin bahwa bisnis
pun dapat menjadi sebuah profesi dalam pengertiannya yang
sebenar-benarnya, bahkan menjadi sebuah profesi yang luhur.
Untuk melihat tepat tidaknya
kata profesi dipakai juga untuk dunia bisnis dan untuk melihat apakah
bisnis dapat menjadi profesi yang luhur, mari kita tinjau dua pandangan dan
penghayatan yang berbeda mengenai pekerjaan dan kegiatan bisnis yang dianut
oleh para pelaku bisnis.
A. Pandangan
Praktis Realistis
Pandangan
ini terutama bertumpu pada kenyataan (pada umumnya) yang diamati berlaku dalam
dunia bisnis dewasa ini. Pandangan ini berdasarkan pada apa yang umumnya
dilakukan dalam dunia bisnis dewasa ini. Pandangan ini melihat bisnis sebagai
suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut memproduksi, menjual dan
membeli barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan.
Dalam
pandangan ini ditegaskan bahwa secara jelas tujuan utama bisnis adalah mencari
keuntungan. Bisnis adalah suatu kegiatan profit making. Dasar pemikirannya
adalah orang yang terjun ke dalam dunia bisnis tidak punya keinginan dan tujuan
lain ingin mendapatkan keuntungan. Kegiatan bisnis adalah kegiatan ekonomis dan
bukan kegaitan sosial. Sehingga keuntungan tersebut untuk menunjang kegiatan
bisnis, tanpa keuntungan bisnis tidak dapat berjalan.
Pandangan ini dianggap sebagai
pandangan ekonomi klasik (Adam Smith) dan ekonomi neo-klasik (Milton Friedman).
Adam Smith berpendapat bahwa pemilik modal baru dapat keuntungan untuk bisa
merangsang menanamkan modalnya dan itu berarti tidak ada kegiatan ekonomi
produktif sama sekali. Pada akhirnya tidak ada pekerja yang dipekerjakan dan
konsumen tidak akan mendapatkan barang kebutuhannya.
Asumsi Adam
Smith adalah dalam masyarakat modern telah terjadi pembagian kerja dimana
setiap orang tidak bisa lagi mengerjakan segala sesuatunya sekaligus dan bisa
memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Manusia modern harus memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan menukarkan barang produksinya dengan barang produksi milik
orang lain. Dalam perkembangan zaman ada yang berhasil mengumpulkan modal dan
memperbesar usahanya sementara yang lainnya hanya bisa menjadi pekerja orang
lain. Maka terjadi kelas sosial.
Kedua, bahwa semua orang tanpa kecuali
mempunyai kecenderungan dasar untuk membuat kondisi hidupnya menjadi jauh lebih
baik. Dalam keadaan sosial yang telah terbagi menjadi kelas-kelas sosial, jalan
terbaik untuk tetap mempertahankan modalnya dalam kegiatan produktif yang
sangat berguna bagi kegiatan ekonomi nasional dan ekonomi dunia termasuk kelas
pekerja. Hanya dengan membuat pemilik modal menanamkan modalnya, maka banyak
orang bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Satu-satunya secara kuantitatif melalui
kegiatan produktif keadaan modalnya serta moral dan sosial baik, antara lain
karena punya dampak yang berguna bagi orang banyak. Karena itu secara moral
tidak salah jika pelaku bisnis itu mencari keuntungan.
Dalam kaitan dengan ini, tidak
mengherankan bahwa Milton Friedman mengatakan bahwa omong kosong jika
bisnis tidak mencari keuntungan. Ia melihat bahwa dalam kenyataanya hanya
keuntunganlah yang menjadi satu-satunya motivasi atau daya tarik bagi pelaku
bisnis. Menurut Friedman, mencari keuntungan bukan hal yang jelek, karena semua
orang memasuki bisnis selalu dengan punya satu motivasi dasar yaitu mencari
keuntungan. Artinya kalau semua orang masuk dalam dunia bisnis dengan satu
motivasi dasar untuk mencari keuntugan, maka sah dan etis jika saya pun mencari
keuntungan dalam bisnis.
B. Pandangan
Ideal
Pandangan ideal ini dalam
kenyataanya masih merupakan suatu hal yang ideal dalam dunia bisnis. Harus
diakui bahwa sebagian pandangan yang ideal pandangan ini baru dianut oleh
sebagian orang yang dipengaruhi oleh idealisme tertentu nilai tertentu yang
dianutnya.
Menurut pandangan ini bisnis tidak
lain adalah suatu kegiatan di antara manusia yang menyangkut produksi, menjual
dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pandangan ini tidak menolak bahwa keuntungan adalah tujuan utama bisnis. Tapi
keuntungan bisnis tidak dapat bertahan. Namun keuntungan hanya dilihat sebagai
konsekuensi logis dalam kegiatan bisnis, yaitu bahwa dengan memenuhi kebutuhan
masyarakat secara baik, keuntungan akan datang dengan sendirinya. Masyarakat
akan merasa terkait membeli barang dan jasa yang ditawarkan oleh
perusahaan yang memenuhi kebutuhan mereka dengan mutu dan harga yang baik itu.
Dasar pemikirannya adalah
pertukaran timbal balik secara fair diantara pihak-pihak yang terlibat.
Maka yang mau di tegakkan dalam bisnis yang menganut pandangan ini adalah
keadilan komutatif, khususnya keadilan tukar atau pertukaran dagang yang fair.
Sesungguhnya pandangan ini pun bersumber dari ekonomi klasiknya Adam Smith.
Menurut Adam Smith, pertukaran dagang terjadi karena satu orang memproduksi
lebih banyak barang tertentu, sementara ia sendiri membutuhkan barang lain yang
tidak dapat memproduksinya sendiri. Jadi sesungguhnya kegiatan bisnis bisa
terjadi karena keinginan untuk saling memenuhi kebutuhan hidup masing-masing.
Hal itu berarti kegiatan bisnis merupakan perwujudan hakekat sosial manusia
saling membutuhkan satu dengan lainnya. Dengan kata lain keuntungan bukan
merupakan tujuan dalam melakukan kegiatan bisnis. Walaupun menurut Adam Smith
pertukaran dagang didasarkan atas kepentingan pribadi masing-masing yang secara
moral baik, pertukaran dagang atau bisnis merupakan upaya saling memenuhi
kebutuhan masing-masing, yang hanya akan paling mungkin dipenuhi masing-masing
orang diperhatikan.
Pandangan ini juga telah
dihayati dan dipraktekkan dalam kegiatan bisnis oleh beberapa orang
pengusaha, bahkan menjadi etos bisnis dari perusahaan yang mereka dirikan.
Sebagai contoh :Matsushita, berpendapat tujuan bisnis sebenarnya
bukanlah mencari keuntungan melainkan melayani kebutuhan masyarakat, Sedangkan
keuntungan tidak lain hanyalah simbol kepercayaan masyarakat atas kegiatan
bisnis suatu perusahaan. Hal itu berarti bahwa karena masyarakat merasa
kebutuhan hidupnya dipenuhi, secara baik mereka akan menyukai produk perusahaan
tersebut yang memang dibutuhkannya, tapi sekaligus juga puas dengan produk
tersebut. Sehingga mereka akan tetap membeli produk tersebut. Dari situ akan
mengalir keuntungan. Dengan demikian yang pertama-tama menjadi fokus perhatian
dalam bisnis bukanlah mencari keuntungan, melainkan apa kebutuhan masyarakat
dan bagaimana melayani kebutuhan masyarakat itu secara baik dan dari sana
akan mendapatkan keuntungan.
Pandangan Matsushita, sebenarnya
dalam arti tertentu tidak sangat idealisitis, karena lahir dari visi bisnis
yang kemudian diperkuat dengan dukungan oleh pengalamannya dalam mengelola
bisnisnya. Ternyata perusahaan dan bisnisnya berhasil bertahan lama, tanpa
perlu harus menggunakan segala cara demi mencapai keuntungan. Demikian pula pandangan
seperti itu diakui dan dibuktikan kebenarannya oleh pengalaman banyak
perusahanan yang juga mengembangkan nilai-nilai budaya perusahaan tertentu atau
etos bisnis bagi perusahaan tersebut.
Dengan melihat kedua pandangan yang
berbeda di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa citra jelek dunia sedikit banyak
disebabkan oleh pandangan pertama sekedar bisnis mencari keuntungan. Tentu
saja, pada dirinya sendiri, sebagaimana telah dikatakan keuntungan tidak jelek.
Hanya saja sikap yang timbul dari kesadaran bahwa bisnis hanya pada satu tujuan
untuk mencari keuntungan sangat berbeda dengan alternative lainnya. Yang
terjadi adalah munculnya sikap dan perilaku yang menjurus pada menghalalkan
segala cara, termasuk cara yang tidak dibenarkan siapapun hanya demi mendapatkan
keuntungan. Akibatnya pelaku bisnis tersebut hidup dalam suatu dunia yang
bahkan ia sendiri sejauh sebagai manusia tidak diinginkannya.
Salah satu upaya untuk membangun
bisnis sebagai profesi yang luhur adalah membentuk, mendukung dan memperkuat
organisasi profesi. Melalui organisasi profesi tersebut bisnis bisa
dikembangkan sebagai sebuah profesi dalam pengertian yang sebenar-benarnya
sebagaimana dibahas, jika bukan menjadi profesi yang luhur tentu saja sangat
sulit untuk membentuk sebuah organisasi profesi yang mencakup semua bidang
bisnis.
Dalam hal ini KADIN dapat
diperdayakan untuk kepentingan tersebut. Yang lebih efektif adalah membentuk
organisasi profesi untuks setiap kelompok atau bidang bisnis : tekstil,
konstruksi, bisnis retail tambang dan sebagainya. Organisasi-organisasi ini
tidak hanya menangani kegiatan bisnis teknis dari kelompoknya melainkan juga
menjadi semacam polisi moral yang akan memberikan rekomendasi kepada pemerintah
dalam mengeluarkan izin usaha bagi para anggotanya dan tanpa rekomendasi itu
izin tersebut tidak akan diperoleh. Paling tidak organisasi ini memberikan
peringkat / ranking label kualitas yang menentukan sehat tidaknya, etis
tidaknya, perusahaan-perusahaan yang menjadi anggotanya. Peringkat ini sangat
diandalkan masyarakat dan semua pelaku bisnis lainnya sehingga membuat para
anggota merasa membutuhkannya dengan menjadi anggota yang setia dari organisasi
profesi tersebut.
Jika cara ini dijalankan, dengan
kontrol yang ketat dari organisasi profesi, akan bisa terwujud iklim bisnis
yang baik. Tentu saja hal ini pun mengandalkan bahwa organisasi profesi
itu sendiri bersih dan baik; tidak ada nepotisme, tidak ada kolusi tidak ada
diskriminasi dalam pemberian rekomendasi peringkat atau label kualitas.
Demikian pula ini pun mengandalkan pemerintah, melalui departemen terkait,
memang bersih dari praktek-praktek yang dapat merusak citra bisnis yang baik
dan etis.
D. Seberapa Beretikakah?
Pada Etika Khusus dibagi menjadi 3
(tiga) macam, yaitu :
1. Etika
Individual ; yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap diri
sendiri. Salah satu prinsip yang secara khusus relevan dalam etika individual
adalah prinsip integritas pribadi, yang berbicara mengenai perilaku individual
tertentu dalam rangka menjaga dan mempertahankan nama baiknya sebagai pribadi
moral.
2. Etika Sosial
; yaitu suatu etika yang berbicara mengenai kewajiban dan hak, pola dan
perilaku manusia sebagai makhluk sosial ber-intraksi dengan sesamanya. Hal ini
tentu saja sebagaimana hakikat manusia yang bersifat ganda, yaitu sebagai
makhluk individual dan sosial, etika individual dan etika sosial berkaitan
erat. Bahkan dalam arti tertentu sulit untuk dilepaskan dan dipisahkan satu
dengan lainnya. Karena kewajiban seseorang terhadap dirinya berkaitan langsung
dengan banyak hal yang mempengaruhi pula kewajibannya terhadap orang lain, dan
demikian pula sebaliknya.
3. Etika
Lingkungan Hidup ; yaitu sebuah etika yang saat ini sering dibicarakan
sebagai cabang dari etika khusus. Etika ini adalah hubungan antara manusia
dengan lingkungan alam yang ada di sekitarnya. Sehingga etika lingkungan ini
dapat merupakan cabang dari etika sosial (sejauh menyangkut hubungan antara
manusia dengan manusia, yang bersangkutan dengan dampak lingkungan) maupun
berdiri sendiri dengan sebagai etika khusus (sejauh menyangkut hubungan manusia
dengan lingkungannya). Lingkungan hidup dapat dibicarakan juga dalam kerangka
bisnis, karena pola interaksi bisnis sangat mempengaruhi lingkungan hidup.
E. Etika Profesi
Pengertian
Profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup
dengan mengandalkan keahlian dan ketrampilan yang tinggi dan dengan melibatkan
komitmen pribadi (moral) yang mendalam. Dengan demikian profesional
adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan purna waktu dan hidup dari
pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian dan ketrampilan yang tinggi serta
mempunyai komitmen pribadi yang mendalam atas pekerjaan itu.
Adapun Ciri-ciri dari Profesi yang
secara umum ada 5 (lima), yaitu:
1.
Memiliki Keahlian dan Ketrampilan Khusus
2. Adanya komitmen moral yang tinggi.
3. Seorang
Profesional adalah orang yang hidup dari profesinya.
4. Mempunyai
tujuan mengabdi untuk masyarakat.
5. Memiliki
sertifikasi maupun izin atas profesi yang dimilikinya.
Sumber :
lailasoftskill.blogspot.com/2013/11/prinsip-prinsip-etika-bisnis-tulisan.html
www.pengertianpakar.com › Ekonomi
bisnisi.com › Peluang Usaha
sarungpreneur.com › Bisnis
universitaspendidikan.com › Materi › Materi Kuliah
peluangusahaide.com › Peluang Bisnis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar