Selasa, 28 April 2015

Pengertian Politik Negara, Kekuasaan & Pengambilan Keputusan, Kebijakan Umum, dan Distribusi Kekuasaan

Nama          : Dhika Primadya Citrawijaya
NPM : 12213334
Kelas : 2EA03

Pengertian Politik Negara, Kekuasaan & Pengambilan Keputusan, Kebijakan Umum, dan Distribusi Kekuasaan

Pengertian Politik Negara
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikatpolitik yang dikenal dalam ilmu politik.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupunnonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
·        politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
·        politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
·        politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
·        politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaankebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.

1.     Etimologi
Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika – yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites – warga negara) dan πόλις (polis – negara kota). Secara etimologi kata “politik” masih berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata “politis” berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata “politisi” berarti orang-orang yang menekuni hal politik.

2.     Tokoh-tokoh politik
Mancanegara : Tokoh tokoh pemikir Ilmu Politik dari kalangan teoris klasik, modern maupun kontempoter antara lain adalah: Aristoteles, Adam Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber,Nicolo Machiavelli, Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage.
Indonesia: Beberapa tokoh pemikir dan penulis materi Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Indonesia adalah: Miriam Budiharjo, Salim Said dan Ramlan Surbakti.
·        Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya. Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain. Interaksi itu terjadi di dalam suatu kelembagaan yang dirancang untuk memecahkan konflik sosial dan membentuk tujuan negara. Dengan demikian kata politik menunjukkan suatu aspek kehidupan, yaitu kehidupan politik yang lazim dimaknai sebagai kehidupan yang menyangkut segi-segi kekuasaan dengan unsur-unsur: negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy, beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation).
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber (resources) yang ada.
Untuk bisa berperan aktif melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan digunakan baik untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses itu. Cara-cara yang digunakan dapat bersifat meyakinkan (persuasive) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan, kebijakan itu hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka.

Pengertian Kekuasaan
Dahl (1957) menyatakan bahwa ”A memiliki kekuasaan atas B sehingga A dapat meminta B melakukan sesuatu yang tanpa kekuasaan A tersebut tidak akan dilakukan B”. Definisi ini menyempitkan konsep kekuasaan, juga menuntut seseorang untuk mengenali jenis-jenis perilaku khusus. Riker (1964) berpendapat bahwa perbedaan dalam kekuasaan benar-benar didasarkan pada perbedaan kausalitas (sebab-akibat). Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya. Sedangkan Russel (1983) menyatakan bahwa power (kekuasaan) adalah konsep dasar dalam ilmu sosial. Kekuasaan penting dalam kehidupan organisasi, dan bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat dengan status seseorang. Boulding (1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam arti luas, sampai tingkat mana dan bagaimana kita memperoleh yang kita inginkan. Bila hal ini diterapkan pada lingkungan organisasi, ini adalah masalah penentuan di seputar bagaimana organisasi memperoleh apa yang dinginkan dan bagaimana para pemberi andil dalam organisasi itu memperoleh apa yang mereka inginkan. Kita memandang kekuasaan sebagai kemampuan perorangan atau kelompok untuk mempengaruhi, memberi perintah dan mengendalikan hasil-hasil organisasi.
Politik sangat erat kaitannya dengan masalah kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik dan alokasi atau distribusi. Pemikiran mengenai politik di dunia barat banyak dipengaruhi oleh Filsuf Yunani Kuno seperti Plato dan Aristoteles yang beranggapan bahwa politik sebagai suatu usaha untuk mencapai masyarakat yang terbaik. Usaha untuk mencapai masyarakat yang terbaik ini menyangkut bermacam macam kegiatan yang diantaranya terdiri dari proses penentuan tujuan dari sistem serta cara-cara melaksanakan tujuan itu.
Berikut ini adalah pengertian dan definisi politik menurut beberapa ahli:
A.   ROD HAGUE
Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya.
B.   ANDREW HEYWOOD
Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala komflik dan kerjasama.
C.   CARL SCHMIDT
Politik adalah suatu dunia yang didalamnya orang-orang lebih membuat keputusan – keputusan daripada lembaga-lembaga abstrak.
D.   LITRE
Politik didefinisikan sebagai ilmu memerintah dan mengatur negara
E.     ROBERT
Definisi politik adalah seni memerintah dan mengatur masyarakat manusia
F.     IBNU AQIL
Politik adalah hal-hal praktis yang lebih mendekati kemaslahatan bagi manusia dan lebih jauh dari kerusakan meskipun tidak digariskan oleh Rosulullah S.A.W

Pengertian Pengambil Keputusan
Dee Ann Gullies (1996) menjelaskan definisi Pengambilan keputusan sebagai suatu proses kognitif yang tidak tergesa-gesa terdiri dari rangkaian tahapan yang dapat dianalisa, diperhalus, dan dipadukan untuk menghasilkan ketepatan serta ketelitian yang lebih besar dalam menyelesaikan masalah dan memulai tindakan. Definisi yang lebih sederhana dikemukakan oleh Hani Handoko (1997), pembuatan keputusan adalah kegiatan yang menggambarkan proses melalui mana serangkaian kegiatan dipilih sebagai penyelesaian suatu masalah tertentu. Pengambilan keputusan sangat penting dalam manajemen dan merupakan tugas utama dari seorang pemimpin (manajer). Pengambilan keputusan (decision making) diproses oleh pengambilan keputusan (decision maker) yang hasilnya keputusan (decision).Defnisi-defenisi Pengambilan Keputusan Menurut Beberapa Ahli :
·        R. TerryPengambilan keputusan dapat didefenisikan sebagai pemilihan alternatif kelakuan tertentu daridua atau lebih alternatif yang ada.
·        Harold Koontz dan Cyril O¶DonnelPengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif mengenai sesuatu cara bertindak²adalah inti dari perencanaan. Suatu rencana dapat dikatakan tidak ada, jika tidak adakeputusan suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
·        Theo HaimanInti dari semua perencanaan adalah pengambilan keputusan, suatu pemilihan cara bertindak.Dalam hubungan ini kita melihat keputusan sebagai suatu cara bertindak yang dipilih olehmanajer sebagai suatu yang paling efektif, berarti penempatan untuk mencapai sasaran dan pemecahan masalah.
·        Drs. H. Malayu S.P HasibuanPengambilan keputusan adalah suatu proses penentuan keputusan yang terbaik dari sejumlahalternative untuk melakukan aktifitas-aktifitas pada masa yang akan datang.
·        Chester I. Barnard Keputusan adalah perilaku organisasi, berintisari perilaku perorangan dan dalam gambaran proses keputusan ini secara relative dan dapat dikatakan bahwa pengertian tingkah lakuorganisasi lebih penting dari pada kepentingan perorangan.
Pengertian Kebijakan Umum
Berdasarkan berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan.

TAHAP-TAHAP PEMBUATAN KEBIJAKAN PUBLIK MENURUT WILLIAM DUNN
Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut:
Penyusunan Agenda
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.
Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan.
Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974; Salesbury 1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986)[2] diantaranya:

a)     telah mencapai titik kritis tertentu à jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius;
b)    telah mencapai tingkat partikularitas tertentu à berdampak dramatis;
c)     menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa;
d)    menjangkau dampak yang amat luas ;
e)     mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;
f)      menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)
Karakteristik : Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.
Ilustrasi : Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite dan tidak terpilih.
Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.

Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

Adopsi/ Legitimasi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi – cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.

Penilaian/ Evaluasi Kebijakan
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak.[7] Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

Distribusi Kekuasaan
Pemisahan kekuasaan juga disebut dengan istilah trias politica adalah sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas, mencegah satu orang atau kelompok mendapatkan kuasa yang terlalu banyak. Pemisahan kekuasaan merupakan suatu cara pembagian dalam tubuh pemerintahan agar tidak ada penyelahgunaan kekuasaan, antara legislatif, eksekutif dan yudikatif Pemisahan kekuasaan juga merupakan suatu prinsip normative bahwa kekuasaan-kekuasaan itu sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama, untuk mencegah penyalahugunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Contoh negara yang menerapkan pemisahan kekuasaan ini adalah Amerika Serikat.

Sumber :




Rabu, 22 April 2015

Pengaruh aspek ketahanan nasional terhadap kebangsaan dan kenegaraan

Nama : Dhika Primadya Citrawijaya
NPM : 12213334
Kelas : 2EA03

Pengaruh Aspek Ketahanan Nasional Pada Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Berdasarkan rumusan pengertian ketahanan nasional dan kondisi kehidupan nasional Indonesia sesungguhnya ketahanan nasional merupakan gambaran dari kondisi sistem (tata) kehidupan nasional dalam berbagai aspek pada saat tertentu. Tiap aspek didalam tata kehidupan nasional relatif berubah menurut waktu, ruang dan lingkungan terutama pada aspek-aspek dinamis sehingga interaksinya menciptakan kondisi umum yang amat sulit dipantau, karena sangat kompleks. Dalam rangka pemahaman dan pembinaan tata kehidupan nasional itu diperlukan penyederhanaan tertentu dari berbagai aspek kehidupan nasional dalam bentuk model yang merupakan hasil pemetaan dari keadaan nyata, melalui suatu kesepakatan dari hasil analisa mendalam yang dilandasi teori hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan manusia/masyarakat dan dengan lingkungan.
Berdasarkan pemahaman tentang hubungan tersebut diperoleh gambaran bahwa konsepsi ketahanan nasional akan menyangkut  hubungan antar aspek yang mendukung kehidupan yaitu :
1.     aspek yang berkaitan dengan alamiah bersifat statis meliputi aspek geografi, kependudukan, dan sumber daya alam
2.     aspek yang berkaitan dengan sosial bersifat dinamis meliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam.

·        Pengaruh Aspek Ideologi
Ideologi adalah suatu sistem nilai yang merupakan kebulatan ajaran yang memberikan motivasi. Dalam ideologi juga terkandung konsep dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa. Keampuhan suatu ideologi tergantung  kepada rangkaian nilai yang dikandungnya yang dapat memenuhi serta menjamin segala aspirasi hidup dan kehidupan manusia baik sebagai perseorangan maupun sebagai anggota masyarakat. Secara teori suatu ideologi bersumber dari suatu aliran pikiran/falsafah  dan merupakan pelaksanaan dari sistem falsafah itu sendiri.
          Ideologi besar yang ada di dunia adalah :
a)     Liberalisme
Aliran pikiran perseorangan atau individualistik. Aliran pikiran ini mengajarkan bahwa negara adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak semua orang (individu) dalam masyarakat itu (kontrak sosial). Menurut aliran ini, kepentingan harkat dan martabat manusia (individu) dijunjung tinggi sehingga masyarakat tiada lebih dari jumlah para anggotanya saja tanpa ikatan nilai tersendiri. Hak dan kebebasan orang seorang dibatasi hanya oleh hak yang sama yang dimiliki orang lain bukan oleh kepentingan mastarakat seluruhnya. Liberalisme bertitik tolak dari hak asasi yang melekat pada manusia sejak lahir dan tdak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk penguasa, terkecuali atas persetujuan yang bersangkutan. Faham ini mempunyai nilai-nilai dasar (intrinsik) yaitu kebebasan  dan kepentingan pribadi yang menuntut kebebasan individu secara mutlak yaitu kebebasan mengejar kebahagiaan hidup ditengah-tangah kekayaan materiil yang melimpah dan dicapai dengan bebas. Faham ini juga selalu mengaitkan aliran pikirannya dengan hak asasi manusia yang menarik minat/daya tarik yang kuat untuk kalangan masyarakat tertentu. Aliran ini diajarkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jaques Rousseau, Herbert Spencer dan Harold J.Laski.

b)    Komunisme
Aliran pikiran teori golongan (class theory) yang diajarkan oleh Karl Marx, Engels, Lenin. Bermula merupakan kritikan Marx terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat pada awal revolusi industri. Aliran ini beranggapan bahwa negara adalah susunan golongan (kelas) untuk menindas kelas lain. Kelas atau golongan ekonomi kuat menidas ekonomi lemah. Golongan borjuis menindas golongan proletar (kaum buruh). Oleh karena itu, Marx menganjurkan agar kaum buruh mengadakan revolusi politik untuk merebut kekuasaan negara dari kaum golongan kaya kapitalis dan borjuis agar kaum buruh dapat ganti berkuasa dan mengatur negara. Aliran ini erat hubungannya dengan aliran material dialiktis atau materialistik. Aliran ini juga menonjolkan adanya kelas/penggolongan, pertentangan  amtar golongan, konflik dan jalan kekerasan/revolusi dan perebutan kekuasaan negara.
Pikiran-pikiran Karl Marx tentang sosial, ekonomi, politik yang kemudian disistematisasikan oleh Frederick Engels ditambah dengan pikiran  Lenin terutama dalam pengorganisasian, dan operasionalisasinya menjadi landasan dari paham komunisme. Sesuai dengan aliran pikiran yang melandasi komunisme maka dalam upaya merebut kekuasaan ataupun mempertahankan kekuasaannya maka komunisme akan :

1)    Menciptakan situasi konflik untuk mengadu golongan-golongan tertentu serta menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
2)    Ajaran komunisme adalah atheis dan didasarkan pada kebendaan (materialistis) dan tidak percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, bahkan agama dinyatakan sebagai racun bagi kehidupan masyarakat.
3)    Masyarakat komunis bercorak internasional. Masyarakat yang dicita-citakan komunis adalah masyarakat komunis dunia yang tidak dibatasi oleh kesadaran nasional. Hal ini tercermin dalam seruan Marx yang terkenal “kaum buruh  di seluruh dunia bersatulah !”. Komunisme menghendaki masyarakat tanpa nasionalisme.
4)    Masyarakat komunis yang dicita-citakan adalah masyarakat tanpa kelas. Masyarakat tanpa kelas dianggap masyarakat yang dapat memberikan suasana hidup yang aman dan tenteram, tidak ada pertentangan, tidak adanya hak milik pribadi atas alat produksi dan hapusnya pembagian kerja.
Perombakan masyarakat hanya dapat dilaksanakan melalui jalan revolusi. Setelah revolusi berhasil maka kaum proletar akan memegang tampuk pimpinan kekuasaan negara dan menjalankan pemerintahan secara ditaktur mutlak (diktator proletariat).

c)     Faham Agama
Ideologi bersumber pada falsafah agama yang termuat dalam kitab suci agama. Negara  membina kehidupan keagamaan umat dengan sifat spiritual religius. Dalam bentuk lain negara melaksanakan hukum/ketentuan agama dalam kehidupan dunia, negara berdasarkan agama.

Ideologi Pancasila
Pancasila merupakan tatanan nilai yang digali/dikristalisasikan dari nilai-nilai dasar budaya bangsa Indonesia yang sudah sejak ratusan tahun lalu tumbuh  berkembang dalam masyarakat di Indonesia. Kelima sila Pancasila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh sehingga pemahaman  dan pengamalannya harus mencakup semua nilai  yang terkandung didalamnya.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung arti spiritual, memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua pemeluk agama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan  Yang Maha Esa untuk berkembang  di Indonesia. Nilai ini berfungsi sebagai kekuatan mental spiritual dan landasan etik dalam ketahanan nasional, dengan demikian atheisme tidak berhak hidup di bumi Indonesia dalam kerukunan dan kedamaian hidup beragama.
·        Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, mengandung nilai sama derajat, sama kewajiban dan hak, cinta-mencintai, hormat-menghormati, keberanian membela kebenaran dan keadilan, toleransi dan nilai gotong royong.
·        Sila Persatuan Indonesia, mengandung arti bahwa pluralisme masyarakat Indonesia memiliki nilai persatuan bangsa  dan kesatuan wilayah yang merupakan faktor pengikat, dan menjamin keutuhan nasional atas dasar  Bhineka Tunggal Ika. Nilai ini menempatkan kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau golongan, sebaliknya kepentingan pribadi dan golongan diserasikan dalam rangka kepentingan bangsa dan negara.
·        Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, mengandung nilai kedaulatan berada di tangan rakyat (demokrasi) yang dijelmakan oleh persatuan nasional yang riil dan wajar. Nilai ini mengutamakan kepentingan negara dan bangsa dengan tetap menghargai kepentingan pribadi dan golongan, musyawarah untuk mufakat dan menjunjung tunggi harkat dan martabat serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
·        Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengandung nilai sikap adil, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, menghormati hak orang dan sikap gotong royong,dalam suasana kekeluargaan, suka memberi pertolongan kepada orang, suka bekerja keras dan bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Ketahanan Pada Aspek Ideologi
Ketahanan ideologi diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan ideologi bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi  segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan dari luar negeri maupun dari dalam negeri, yang langsung maupun tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan kehidupan  ideologi bangsa dan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan kondisi mental bangsa yang berlandaskan pada keyakinan akan kebenaran ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa  dan negara serta pengamalannya yang konsisten dan berlanjut.
Pancasila merupakan ideologi nasional, dasar negara, sumber hukum dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu, untuk mencapai ketahanan ideologi maka diperlukan aplikasi nyata Pancasila secara murni dan konsekuen baik objektif maupun subjektif. Pelaksanaan objektif adalah bagaimana pelaksanaan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi tersurat atau paling tidak tersirat dalam UUD 1945 dan segala peraturan  perundang-undangan dubawahnya, serta segala kegiatan penyelenggaraan negara. Pelaksanaan subjektif adalah bagaimana nilai-nilai tersebut dilaksanakan oleh pribadi masing-masing dalam kehidupan sehari-hari secara pribadi, anggota  masyarakat dan negara. Pancasila mengandung sifat idealistik, realistik dan fleksibilitas sehingga terbuka terhadap perkembangan yang terjadi sesuai realitas perkembangan kehidupan tetapi sesuai dengan idealisme yang terkandung didalamnya.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia terdapat dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945, Pancasila sebagai ideologi nasional diatur dalam Ketetapan MPR RI No.:XVIII/MPR/1998. Pancasila sebagai pandangan hidup dan sumber hukum diatur dalam Tap. MPRS RI No.: XX/MPRS1966 jo. Tap.  MPR RI No.:IX/MPR/1976.

Pembinaan Ketahanan Ideologi
Untuk memperkuat ketahanan ideologi diperlukan langkah pembinaan sebagai berikut :
a.     Pengamalan Pancasila secara objektif dan subjektif ditumbuhkembangkan secara konsisten.
b.     Pancasila sebagai ideologi terbuka perlu teru direlevansikan dan diaktualisasikan nilai instrumentalnya agar tetap mampu membimbing dan mengarahkan kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, selaras dengan peradaban dunia yang berubah dengan cepat tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia.
c.      Sesanti Bhineka Tunggal Ika  dan konsep Wawasan Nusantara bersumber dari Pancasila harus terus dikembangkan dan ditanamkan di masyarakat yang majemuk sebagai upaya  untuk selalu menjaga persatuan bangsa dan kesatuan wilayah serta moralitas yang loyal utuh dan bangga terhadap bangsa dan negara. Di samping itu perlu dituntut sikap yang wajar dari anggota masyarakat dan pemerintah terhadap adanya keanekaragaman. Untuk itu  setiap anggota masyarakat dan pemerintah memberikan penghormatan dan penghargaan yang wajar terhadap kebhinekaan.
d.     Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia harus dihayati dan diamalkan secara nyata untuk menjaga kelestarian dan keampuhannya demi terwujudnya tujuan nasional serta cita-cita bangsa Indonesia, khususnya oleh setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan serta setiap warga negara Indonesia. Dalam hal ini teladan para pemimpin penyelenggara negara dan tokoh-tokoh masyarakat merupakan hal yang sangat mendasar.
e.      Pembangunan sebagai pengamalan  Pancasila harus menunjukkan keseimbangan fisik material dengan pembangunan mental spiritual untuk menghindari tumbuhnya materialisme dan sekulerisme. Dengan memperhatikan kondisi geografi Indonesia, maka strategi pembangunan harus adil dan merata di seluruh wilayah  untuk memupuk rasa persatuan bangsa dan kesatuan wilayah.
f.       Pendidikan Moral Pancasila ditanamkan pada diri anak didik dengan cara mengintegrasikannya dalam mata pelajaran lain, juga diberikan kepada masyarakat.

Pengaruh Aspek Politik
Politik berasal dari kata politics dan atau policy artinya berbicara politik  akan mengandung makna kekuasaan (pemerintahan) atau juga kebijaksanaan. Pemahaman itu berlaku di Indonesia dengan tidak memisahkan antara  politics dan policy sehingga kita menganut satu paham yaitu politik.
Hubungan tersebut tercermin dalam fungsi pemerintahan negara sebagai penentu kebijaksanaan serta aspirasi dan tuntutan  masyarakat sebagai tujuan yang ingin diwujudkan sehingga kebijaksanaan pemerintahan negara itu haruslah serasi dan selaras dengan keinginan dan aspirasi masyarakat.

Perkembangan Konsep Geostrategi Indonesia
Konsep geostrategi Indonesia pertama kali dilontarkan oleh Bung Karno pada tanggal 10 Juni 1948 di Kotaraja. Namun sayangnya gagasan ini kurang dikembangkan oleh para pejabat bawahan, karena seperti yang kita ketahui wilayah NKRI diduduki oleh Belanda pada akhir Desember 1948, sehingga kurang berpengaruh. Dan akhirnya, setelah pengakuan kemerdekaan 1950 garis pembangunan politik berupa “ Nation and character and building “ yang merupakan wujud tidak langsung dari geostrategi Indonesia yakni sebagai pembangunan jiwa bangsa.

Berikut beberapa tahapan geostrategi Indonesia dari awal pembentukan hingga sekarang :
1.     Pada awalnya, geostrategi Indonesia digagas oleh Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SESKOAD) Bandung tahun 1962. Konsep geostrategi Indonesia yang terumus adalah pentingnya pengkajian terhadap perkembangan lingkungan strategi di kawasan Indonesia yang ditandai dengan meluasnya pengaruh komunis. Geostrategi Indonesia pada saat itu dimaknai sebagai strategi untuk mengembangkan dan membangun kemampuan territorial dan kemampuan gerilya untuk menghadapi ancaman komunis di Indonesia.
2.     Pada tahun 1965-an Lembaga Ketahanan Nasional mengembangkan konsep geostrategi Indonesia yang lebih maju dengan rumusan sebagai berikut : bahwa geostrategi Indonesia harus berupa sebuah konsep strategi untuk mengembangkan keuletan dan daya tahan, juga pengembangan kekuatan nasional untuk menghadapi dan menangkal ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik bersifat internal maupun eksternal. Gagasan ini agak lebih progresif tapi tetap terlihat sebagai konsep geostrategi Indonesia awal dalam membangun kemampuan nasional sebagai faktor kekuatan pengangguh bahaya.
3.     Sejak tahun 1972 Lembaga Ketahanan Nasional terus melakukan pengkajian tentang geostrategi Indonesia yang lebih sesuai dengan konstitusi Indonesia. Pada era itu konsepsi geostrategi Indonesia dibatasi sebagai metode untuk mengembangkan potensi ketahanan nasional dalam menciptakan kesejahteraan menjaga indentitas kelangsungan serta integritas nasional.
4.     Terhitung mulai tahun 1974 geostrategi Indonesia ditegaskan dalam bentuk rumusan ketahanan nasional sebagai kondisi metode dan doktrin dalam pembangunan nasional.

Tujuan Geostrategi Indonesia
Berbagai konsep dasar serta pengembangan geostrategi Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk:
1.     Menyusun dan mengembangkan potensi kekuatan nasional baik yang berbasis pada aspek ideologi, politik, sosial budaya, bahkan aspek-aspek alamiah. Hal ini untuk upaya kelestarian dan eksistansi hidup Negara dan Bangsa dalam mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan nasional.
2.     Menunjang tugas pokok pemerintah Indonesia dalam :
·        Menegakkan hukum dan ketertiban (law and order)
·        Terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran (welfare and prosperity)
·        Terselenggaranya pertahanan dan keamanan (defense and prosperity)
·        Terwujudnya keadilan hukum & keadilan sosial ( yuridical justice & social justice)
·        Tersedianya kesempatan rakyat untuk mengaktualisasikan diri (freedom of the people).

Keberhasilan Ketahanan Nasional Indonesia
Kondisi kehidupan nasional merupakan pencerminan ketahanan nasional yang mencakup aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, sehingga ketahanan nasional adalah kondisi yang harus dimiliki dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam wadah NKRI yang dilandasi  oleh landasan idiil Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, dan landasan visional Wawasan Nasional. Utnuk mewujudkan keberhasilan ketahanan nasional diperlukan kesadaran setiap warga negara Indonesia, yaitu :
1.     Memiliki semangat perjuangan bangsa dalam bentuk perjuangan non fisik yang berupa keuletan dan ketangguhan yang tidak mengenal menyerah yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam rangka menghadapi segala ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam, untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan nasional.
2.     Sadar dan peduli terhadap pengaruh-pengaruh yang timbul pada aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, sehingga setiap warga negara Indonesia baik secara individu maupun kelompok dapat mengeliminir pengaruh tersebut, karena bangsa Indonesia cinta damai  akan tetapi lebih cinta kemerdekaan. Hal itu tercermin akan adanya kesadaran bela negara dan cinta tanah air.
Apabila setiap warga negara  Indonesia memiliki semangat perjuangan bangsa dan sadar  serta peduli terhadap pengaruh yang timbul dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dapat mengeliminir pengaruh-pengaruh tersebut, maka akan tercermin keberhasilan ketahanan nasional Indonesia. Untuk mewujudkan ketahanan nasional diperlukan suatu kebijakan umum dari pengambil kebijakan yang disebut Politik dan Strategi Nasional (Polstranas).

Sumber :
staff.uny.ac.id/sites/.../files/..../Materi%209%20-%20%20Geostrategi.doc
emil.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/18780/minggu+10.doc
http://dephan.go.id/pothan/Isi%20Geo.html

http://www.academia.edu/7523347/BAB_VIII_GEOSTRATEGI_INDONESIA

Selasa, 14 April 2015

Implementasi dan Tantangan Wawasan Nusantara



Nama : Dhika primadya Citrawijaya
NPM : 12213334
Kelas : 2EA03

IMPLEMENTASI DAN TANTANGAN WAWASAN NUSANTARA

Implementasi atau penerapan wawasan nusantara harus tercermin pada pola pikir, pola sikap, dan pola tindak yangsenantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau kelompok. Dengan kata lain, wawasan nusantara menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap, dan bertindak dalam rangka menghadapi berbagai masalah menyangkut kehidupan bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Implementasi wawasan nusantara senantiasa berorientasi pada kepentingan rakyat dan wilayah tanah air secara utuh dan menyeluruh sebagai berikut :
1.     Implementasi sebagai Pancaran Falsafah Pancasila
Falsafah Pancasila diyakini sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang sesuai dengan aspirasinya. Keyakinan ini dibuktikan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak awal proses pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai sekarang. Dengan demikian wawasan nusantara menjadi pedoman bagi upaya mewujudkan kesatuan aspek kehidupan nasional untuk menjamin kesatuan, persatuan dan keutuhan bangsa, serta upaya untuk mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.

2.     Implementasi dalam Pembangunan Nasional
a)     Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi melalui politik luar negeri yang bebas aktif. Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut tampak dalam wujud pemerintahan yang kuat aspiratif dan terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.
b)    Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Di samping itu, implementasi wawasan nusantara mencerminkan tanggung jawab pengelolaa sumber daya alam yang memperhatikan kebutuhan masyarakat antar daerah secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam itu sendiri.
·        Kekayaan di wilayah nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal dan milik bersama bangsa untuk memenuhi kebutuhan di seluruh wilayah Indonesia secara merata.
·        Tingkat perkembangan ekonomi harus seimbang dan serasi di seluruh daerah tanpa mengabaikan ciri khas yang memiliki daerah masing-masing.
·        Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah nusantara diselenggarakan sebagai usaha bersama dengan asas kekeluargaan dalam sistem ekonomi kerakyatan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

c.      Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan sosial budaya akan menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui segala bentuk perbedaan sebagai kenyataan hidup sekaligus karunia Tuhan. Implementasi ini juga akan menciptakan kehidupan masyarakat dan bangsa yang rukun dan bersatu tanpa membedakan suku, asal usul daerah, agama, atau kepercayaan, serta golongan berdasarkan status sosialnya. Budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu kesatuan dengan corak ragam budaya yang menggambarkan kekayaan budaya bangsa. Budaya Indonesia tidak menolak nilai-nilai budaya asing asalkan tidak bertentangan dengan nilai budaya bangsa sendiri dan hasilnya dapat dinikmati.
d.     Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Pertahanan dan keamanan Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan pertahanan dan keamanan akan menumbuhkan kesadaran cinta tanah air dan bangsa, yang lebih lanjut akan membentuk sikap bela negara pada tiap warga negara Indonesia. Kesadaran dan sikap cinta tanah air dan bangsa serta bela negara ini menjadi modal utama yang akan mengerakkan partisipasi setiap warga negara indonesia dalam menghadapi setiap bentuk ancaman antara lain
·        Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakikatnya adalah ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.
·        Tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam pertahanan dan keamanan Negara dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.
·        Penerapan Wawasan Nusantara

1)    Salah satu manfaat paling nyata dari penerapan wawasan nusantara. Khususnya di bidang wilayah. Adalah diterimanya konsepsi nusantara di forum internasional. Sehingga terjaminlah integritas wilayah territorial Indonesia. Laut nusantara yang semula dianggap laut bebas menjadi bagian integral dari wilayah Indonesia.
2)    Pertambahan luas wilayah sebagai ruang lingkup tersebut menghasilkan sumber daya alam yang mencakup besar untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.
3)    Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima oleh dunia internasional terutama negara tetangga yang dinyatakan dengan persetujuan yang dicapai.
4)    Penerapan wawasan nusantara dalam pembangunan negara di berbagai bidang tampak pada berbagai proyek pembangunan sarana dan prasarana ekonomi, komunikasi dan transportasi.
5)    Penerapan di bidang sosial dan budaya terlihat pada kebijakan untuk menjadikan bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika tetap merasa sebangsa, setanah air, senasib sepenanggungan dengan asas pancasila.
6)    Penerapan wawasan nusantara di bidang pertahanan keamanan terlihat pada kesiapsiagaan dan kewaspadaan seluruh rakyat melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta untuk menghadapi berbagai ancaman bangsa dan Negara

3.     Implementasi dalam kehidupan politik
adalah menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis, mewujudkan pemerintahan yang kuat, aspiratif, dan dapat dipercaya.
4.     Implementasi dalam kehidupan ekonomi adalah menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata dan adil.
5.     Implementasi dalam kehidupan sosial budaya adalah menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui, menerima dan menghormati segala bentuk perbedaan sebagai kenyataan yang hidup disekitarnya dan merupakan karunia sang pencipta.
Tantangan Implementasi Nusantara
1.     Pemberdayaan Masyarakat
·        John Naisbit dalam bukunya GLOBAL PARADOX menyatakan : negara harus dapat memberikan peranan sebesar-besarnya kepada rakyatnya.
·        Pemberdayaan masyarakat dalam arti memberikan peranan dalam bentuk aktivitas dan partisipasi masyarakat untuk mencapai tujuan nasional hanya dapat dilaksanakan oleh negara-negara maju dengan Buttom Up Planning, sedang untuk negara berkembang dengan Top Down Planning karena adanya keterbatasan kualitas sumber daya manusia, sehingga diperlukan landasan operasional berupa GBHN.
·        Kondisi nasional (Pembangunan) yang tidak merata mengakibatkan keterbelakangan dan ini merupakan ancaman bagi integritas. Pemberdayaan masyarakat diperlukan terutama untuk daerah-daerah tertinggal.
2.     Dunia Tanpa Batas
·        Perkembangan IPTEK mempengaruhi pola, pola sikap dan pola tindak masyarakat dalam aspek kehidupan. Kualitas sumber daya Manusia merupakan tantangan serius dalam menghadapi tantangan global.
·        Kenichi Omahe dalam bukunya Borderless Word dan The End of Nation State menyatakan : dalam perkembangan masyarakat global, batas-batas wilayah negara dalam arti geografi dan politik relatif masih tetap, namun kehidupan dalam satu negara tidak mungkin dapat membatasi kekuatan global yang berupa informasi, investasi, industri dan konsumen yang makin individual. Untuk dapat menghadapi kekuatan global suatu negara harus mengurangi peranan pemerintah pusat dan lebih memberikan peranan kepada pemerintah daerah dan masyarakat.
·        Perkembangan Iptek dan perkembangan masyarakat global dikaitkan dengan duniatanpa batas dapat merupakan tantangan Wawasan Nusantara, mengingat perkembangan tsb akan dapat mempengaruhi masyarakat Indonesia dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak di dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3.     Era Baru Kapitalisme
·        Sloan dan Zureker
Dalam bukunya Dictionary of Ec onomics menyatakan Kapitalisme adalah suatu sistim ekonomi yang didasarkan atas hak milik swasta atas macam-macam barang dan kebebasan individu untuk mengadakan perjanjian dengan pihak lain dan untuk berkecimpung dalam aktivitas-aktivitas ekonomi yang dipilihnya sendiri berdasarkan kepentingan sendiri serta untuk mencapai laba guna diri sendiri. Di era baru kapitalisme,sistem ekonomi untuk mendapatkan keuntungan dengan melakukan aktivitas-aktivitas secara luas dan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat sehingga diperlukan strategi baru yaitu adanya keseimbangan.
·        Lester Thurow
Dalam bukunya The Future of Capitalism menyatakan : untuk dapat bertahan dalam era baru kapitalisme harus membuat strategi baru yaitu keseimbangan (balance) antara paham individu dan paham sosialis. Di era baru kapitalisme, negara-negara kapitalis dalam rangka mempertahankan eksistensinya dibidang ekonomi menekan negara-negara berkembang dengan menggunakan isu-isu global yaitu Demokrasi, Hak Azasi Manusia, Lingkungan hidup.

4.     Kesadaran Warga Negara
·        Pandangan Indonesia tentang Hak dan Kewajiban Manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Hak dan kewajiban dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan.
·        Kesadaran bela negara
Dalam mengisi kemerdekaan perjuangan yang dilakukan adalah perjuangan non fisik untuk memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, memberantas KKN, menguasai Iptek, meningkatkan kualitas SDM, transparan dan memelihara persatuan. Dalam perjuangan non fisik, kesadaran bela negara mengalami penurunan yang tajam dibandingkan pada perjuangan fisik.

Sumber :
Sumarsono, S, et.al. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal 12-17